Selasa, 25 Oktober 2016

Pengertian Stp, 4p, Jenis Jenis Promosi, Contoh Analisis

Pengertian Stp, 4p, Jenis Jenis Promosi, Contoh Analisis

A.      Pengertian Setrategi Pemasaran  Segmentasi, Targeting, dan Positioning (STP)
1.      Segmentasi
Swastha & Handoko (1997) mengartikan segmentasi pasar sebagai kegiatan membagi–bagi pasar/market yang bersifat heterogen kedalam satuan–satuan pasar yang bersifat homogen. Sedangkan definisi yang diberikan oleh Pride & Ferrel (1995) mengatakan bahwa segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen-segmen pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku pembeli. Di lain pihak Pride & Ferrel (1995) mendefinisikan segmentasi pasar sebagai suatu proses pembagian pasar keseluruhan menjadi kelompok–kelompok pasar yang terdiri dari orang–orang yang secara relatif memiliki kebutuhan produk yang serupa.
Pada dasarnya, segmentasi pasar adalah proses membagi pasar keseluruhan suatu produk atau jasa ke dalam beberapa segmen. Dengan melakukan segmentasi pasar, pemasaran akan lebih terarah dan efektif sehingga dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Ada beberapa variabel segmentasi yaitu:
·         Demografis
Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel demografis seperti : Usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, geografis. 
·         Psikografis
Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok yang berlainan menurut kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, latar belakang, dan lain-lain. Informasi demografis sangat berguna, tetapi tidak selalu menyediakan informasi yang cukup untuk membagi konsumen ke dalam segmen-segmen, sehingga diperlukan segmen berdasarkan psikografis untuk lebih memahami karakteristik konsumen.

2.      Targeting Pasar
            Definisi targeting menurut Keegan & Green (2008) adalah proses pengevaluasian segmentasi dan pemfokusan strategi pemasaran pada suatu negara,prpinsi,atau sekelompok orang yang memliki potensi untuk memberikan respon. Sedangkan menurut Kotler & Amstrong (2008) adalah sekelompok pembeli (buyers) yang memiliki kebutuhan atau karakteristik yang sama yang menjadi tujuan promosi perusahaan.
            Dari kedua definisi tersebut targeting merupakan sebuah proses yang sangat penting karena akan menentukan siapa yang akan membeli produk dari perusahaan.
            Targeting adalah  membidik target market yang telah kita pilih dalam analisa segmentasi pasar. Dalam hal ini tentu saja serangkaian program pemasaran yang dilakukan harus pas dengan karakteristik pasar sasaran yang hendak kita tuju.
Langkah dalam mengembangkan targeting yaitu :
·        Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan menggunakan variable-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.
·        Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan potensi laba segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi  perusahaan.

1.      Positioning
            Menurut Kotler (1997: 262): “Positioning is the act of designing the company’s offer so that it occupies a distinct and value placed in the target customer mind”.Maknanya, mencari ‘posisi’ di dalam pasar, langkah ini dilakukan setelah menentukan strategi segmentasi yang dipakai. Dengan kata lain positioning adalah suatu tindakan atau langkah-langkah dari produsen untuk mendesain citra perusahaan dan penawaran nilai dimana konsumen didalam suatu segmen tertentu mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu segmen tertentu, mengerti dan menghargai apa yang dilakukan suatu perusahaan, dibandingkan dengan pesaingnya.
            Positioning adalah  dengan upaya identifikasi, pengembangan, dan komunikasi keunggulan yang bersifat khas serta unik. Dengan demikian, produk dan jasa perusahaan dipersepsikan lebih superior dan khusus (distinctive) dibandingkan dengan produk dan jasa pesaing dalam persepsi konsumen.
            Persepsi pelanggan terhadap produk yang dihasilkan dan bukan hanya sekedar produk fisik adalah fokus utama Positioning.  Keberhasilan positioning sangat ditentukan oleh kemampuan sebuah perusahaan untuk mendeferensiasikan atau memberikan nilai superior kepada pelanggan. Nilai superior sendiri dibentuk dari beberapa komponen. Sedangkan kunci utama keberhasilan positioning terletak pada persepsi yang diciptakan dari  persepsi perusahaan terhadap dirinya sendiri, persepsi perusahaan terhadap pesaing, persepsi perusahaan terhadap pelanggan, dll.


B.      Bauran Pemasaran Terintegrasi.
            Setelah setrategi pemasaran ditetapkan maka perusahaan diharapkan untuk menerapkan dan merencanakan rincian bauran pemasaran (marketing mix) merupakan kumpulat alat pemasaran taktis terkendali seperti produk, tempat, harga dan promosi yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan renspons yang diinginkan dipasar sasaran.
            Bauran pemasaran terdiri dari segala hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan akan produknya terdiri dari 4P, yaitu :
·        Produk (product) , kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran meliputi : ragam, kualitas, gesain. fitur, nama merek,  dan kemasan.
·        Harga (price), adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk meliputi: daftar harga, diskon potongan harga, periode pembayaran, dan persyaratan kredit
·        Tempat (place), kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran meliputi: Lokasi, saluran distribusi, persediaan, transportasi dan logistik
·        Promosi (promotion) berarti aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membelinya meliputi : Iklan dan promosi penjualan.
            Program pemasaran yang efektif harus dapat memadukan semua elemen bauran pemasaran ke dalam suatu program pemasaran terintegrasi yang dirancang untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan dengan menghantarkan nilai bagi konsumen.
            Sebelum membangun dan menerapkan 4 P diatas, pemasar sebaiknya memikirkan terlebih dahulu “empat C” seperti yang diungkapkan oleh Ir. Fl. Titik Wijayanti, MM, dalam bukunya Marketing Plan! Perlukah Managing Marketing Plan? yang terdiri dari:
·         Solusi Pelanggan (Customer Solution), Produk dapat membantu dan mampu memecahkan masalah konsumen.
·         Biaya Pelanggan (Customer Cost), Harga yang dibayarkan konsumen untuk membeli produk tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
·         Kenyamanan (Convenience), Produk tersebut mampu menyenangkan konsumen karena mudah diperoleh di mana-mana.
·         Komunikasi (Communication), Produsen melakukan komunikasi produk kepada konsumen secara benar dan tepat sasaran.


C.      Jenis-Jenis Promosi
            Promosi merupakan upaya yang sangat penting untuk melakukan pemasaran atau menawarkan produk atau jasa dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya. Tanpa terlepas dari berbagai arti, jelas untuk kemajuan sebuah bisnis yang dibangun sudah pasti produk harus terjual kepada konsumen.
            Apapun langkah dan upaya seorang usahawan untuk menjual produk dan jasa yang mereka jadikan komoditi yaitu dengan Langkah tepat dalam melakukan promosi, jawabannya sudah pasti dengan memasang iklan.
            Media periklanan adalah bentuk komunikasi baik langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk mempengaruhi individu untuk membeli produk atau jasa selain itu juga dapat bersifat untuk membujuk calon pelanggan untuk membeli atau mengkonsumsi merek tertentu produk atau jasa.
Lebih spesifiknya dalam mempromosikan produk, ada 4 jenis promosi dalam pemasaran, yaitu:
1)     Advertensi
            Pengertian dari advertensi adalah suatu bentuk dorongan yang tidak bersifat untuk meningkatkan permintaan atas suatu barang, jasa atau lembaga penjualan melalui surat-surat langsung atau memakai media sebagai media perbandingan (William J. Shultz).
Pengertian advertensi adalah suatu bentuk penyajian dan promosi yang sifatnya umum/bukan pribadi dari barang, jasa dan ide, yang dibayar oleh sponsor yang dikenal, Philip Kotler (1987).
            Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka advertensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Advertensi bersifat non personal, yang berarti bahwa advertensi ditujukan kepada konsumen dengan menggunakan suatu media, sehingga antara promotor dengan target sasaran tidak dapat berdialog dengan langsung. Advertensi mempromosikan dengan barang dan jasa. Advertensi menunjukkan adanya sponsor yang dikenal. Advertensi memerlukan biaya (harus dibayar).
2)     Personal selling
Personal selling adalah penjualan oleh perorangan dapat didefinisikan sebagai suatu penyajian secara lisan dalam bentuk percakapan dengan satu atau lebih calon pelanggan dengan maksud mengadakan penjualan, Philip Kotler (1987). Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa personal selling dilakukan secara lisan dalam dalam bentuk percakapan antara tenaga penjual dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan tujuan akhir melakukan penjualan. Cara ini merupakan satu-satunya cara promosi yang dapat menggungah hati pembeli dengan segera serta pada tempat dan waktu itu juga diharapkan calon konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli barang atau menggunakan jasa tersebut.

Bentuk promosi secara personal dengan presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian atau  kegiatan mempromosikan suatu produk dengan cara mendatangi ke tempat konsumen berada, oleh seorang wiraniaga/salesperson. Dengan adanya kontak langsung antara wiraniaga dan konsumen, maka terjadilah komunikasi dua arah.
Tugas seorang wiraniaga adalah sebagai berikut :
·         Memberikan informasi produk kepada konsumen
·         Menjelaskan manfaat produk kepada konsume.
·         Menjawab pertanyaan/argumentasi dari konsumen
·         Mengarahkan konsumen agar terjadi transaksi
·         Memberikan pelayanan purna jual

Sifat-sifat penjualan tatap muka adalah sebagai berikut :
·         Personal atau adanya kontak langsung dengan konsumen
·         Tanggapan langsung atas pertanyaan/reaksi konsumen
·         Mempererat hubungan dengan konsumen, apabila sikapnya memuaskan
·         Biaya operasionalnya cukup tinggi
3)      Publicity
Publisitas adalah merupakan dorongan yang bersifat tidak perorangan terhadap permintaan suatu produk, jasa yang sifatnya komersial didalam media yang dipublikasikan atau penyajiannya secara tepat melalui televisi, radio yang tidak dibayar oleh sponsor, Philip Kotler (1987). Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa publisitas merupakan keterangan tentang suatu produk tertentu yang disebutkan dalam bentuk berita, hal mana merupakan keuntungan karena dalam pelaksanaanya tidak dibayar oleh sponsor.
4)      Sales promosi

Promosi penjualan adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan aktivitas-aktivitas yang melengkapi baik penjualan perorangan maupun advertensi dan membuatnya efektif, Converse (1989). Definisi promosi penjualan merupakan kegiatan-kegiatan pemasaran selain penjualan oleh perorangan, advertensi dan publisitas yang mendorong konsumen untuk membeli dan mendorong keberhasilan penjualan, Philip Kotler (1987). Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa promosi penjualan adalah kegiatan pemasaran yang mendorong pembelian suatu penjulan untuk kembali apa yang disajikan pada penjualan yang dilaksanakan.

Rabu, 19 Oktober 2016

PEMBIAYAAN SYIRKAH

PEMBAHASAN
A.  Pembiayaan Pada Bank Syariah
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan anatar bank dengan pihk lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[1]
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1.    Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
2.    Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
3.    Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna;
4.    Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5.    Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan anatar Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Berdasarkan tujuan penggunaannya, kegiatan pembiayaan lembaga keuangan syariah dibagi menjadi tiga yaitu:



1.    Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dana usaha bagi pengadaan/penyediaan unsur-unsur barang dalam rangka perputaran usaha.
2.    Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan sarana/prasarana usaha (aktiva tetap).
3.    Pembiayaan Multi Guna, pembiayaan yang dapat digunakan untuk sewa suatu barang, talangan dana, maupun biaya jasa suatu pengurusan keperluan anggota.

Sedangkan menurut sifatnya, pembiayaan pada lembaga keuangan syariah dibagi menjadi dua, yaitu[2]:
1.    Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti yang luas, seperti pemenuhan kebutuhan modal untuk meningkatkan volume penjualan, produksi, pertanian, perkebunan maupun jasa.
2.    Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, baik yang digunakan sesaat maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Seperti untuk pembelian barang elektronik, kendaraan, rumah, dan sebagainya.

B.  Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah
Produk-Produk Pembiayaan pada bank syariah secara garis besar dapat dikelompokan kedalam empat kelompok, yang dibedakan atas prinsip pembiayaannya itu sendiri. Diantaranya sebagai berikut.

1.    Pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property) tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harta atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan, yakni sebagai berikut:

a.    Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Syarat dalam murabahah:
1)   Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2)   Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3)   Kontrak harus bebas dari riba
4)   Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
5)   Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang

b.    Pembiayaan Salam
Dalam pengertian yang sederhana, salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
Dalam pelaksanaan salam harus memenuhi rukun berikut:
a)    Muslam atau pembeli
b)   Muslam ilaih atau penjual
c)    Modal atau uang
d)   Muslam fiihi atau barang
e)    Sighat atau ucapan



c.    Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang mnerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta system pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.

2.    Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah  sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri. Transaksi Ijarah dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat.
Rukun dan Syarat Ijarah:
1)   Mu’jir dan musta’jir
Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan. Sedangkan musta’jir ialah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Disyaratkan untuk mu’jir dan musta’jir baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta) dan saling meridhai.
2)   Shighat ijab qabul antara mu’jir dan musta’jir
3)   Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa maupun upah mengupah.
4)   Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah.[3]



3.    Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:
a.    Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko  akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.[4]

b.    Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.[5]Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
Rukun dan Syarat Pembiayaan mudharabah:[6]
1)   Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2)   Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a)    Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad)
b)   Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c)    Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3)   Modal ialah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a)    Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b)   Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c)    Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4)   Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a)    Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b)   Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c)    Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat darimudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5)   Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a)    Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b)   Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c)    Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

4.    Pembiayaan Dengan Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Adapun jenis-jenis akad pelengkap ini adalah sebagai berikut:

a.    Hiwalah (Alih Hutang-Piutang)
Menurut bahasa, yang dimaksud hiwalah adalah al-intiqal dan al-tahwil, yang artinya memindahkan atau mengoperkan.
Ketentuan Umum dalam Hawalah:[7]
1)   Rukun hawalah adalah muhil yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, muhal bih yakni utang muhil kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul).
2)   Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
3)   Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara cara komunikasi modern.
4)   Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal atau muhtal, dan muhal ‘alaih.
5)   Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
6)   Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih; dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.

b.    Rahn (Gadai)
Menurut bahasa, rahn (gadai) berarti al-tsubut  dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn adalah semacam jaminan uang atau gadai.

c.    Qardh
Qard adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.[8]

d.   Wakalah (Perwakilan)
Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu. Rukun dan Syarat Wakalah:[9]
a)    Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
1)    Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
2)    Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.

b)   Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
1)   Cakap hukum,
2)   Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,
3)   Wakil adalah orang yang diberi amanat.

c)    Hal-hal yang diwakilkan
1)    Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
2)    Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,
3)    Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam.
e.    Kafalah (Garansi Bank)
Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
Rukun dan Syarat Kafalah :
1)   Pihak Penjamin (Kafiil)
a)    Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b)   Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2)   Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a)    Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
b)   Dikenal oleh penjamin.
3)   Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a)    Diketahui identitasnya.
b)   Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c)    Berakal sehat.
4)   Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a)    Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b)   Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c)    Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d)   Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e)    Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).[10]

C.  Pengertian Pembiayaan Syirkah
Secara bahasa “Musyarakah” berasal dari kata “syirkah” yang berarti percampuran. Menurut istilah fiqih Musyarakah berarti akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.[11]
Berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah No. 91 Tahun 2004 yang dimaksud pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama permodalan usaha antara koperasi dengan satu pihak atau beberapa pihak sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang kerugian ditanggung secara proposional sesuai dengan kontribusi modal.[12]
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

D.  Landasan Syariah Pembiayaan Syirkah
1.    Al Qur’an
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسٌؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَ كَثِيْرًا مِنَ اْلخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضِ إِلَا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيْلٌ ما هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orangorang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (QS. Shaad : 24)[13]
Ayat tersebut menunjukkan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta yang terjadi atas dasar akad (syirkah uqud). Dan etika dalam perserikatan yaitu pertama; memilih partner yang beriman dan saleh, kedua; memiliki perhitungan yang jelas, ketiga; dapat dipercaya sehingga tidak saling mengkhianati, dan keempat; apabila terjadi sengketa diselesaikan dengan cara yang baik dengan bantuan pihak lain.[14]



2.    Al-Hadits
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT telah berfirman, Aku ini ketiga dari orang yang berserikat, selama salah satu seorang dari mereka tidak mengkhianati yang lainnya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya maka Aku keluar dari perserikatan tersebut”. (HR. Abu Daud dan hadits ini dinilai shahih oleh al Hakim)[15]
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT menyukai hamba-hamba-Nya yang melakukan kerjasama/perserikatan, selama perserikatan tersebut saling menjunjung tinggi amanah kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan. Jadi Allah akan memberkahi kerjasama dua orang yang saling amanah.

E.  Rukun dan Syarat Pembiayaan Syirkah
Dalam melakukan pembiayaan musyarakah ini ada beberapa rukun yang harus dipenuhi agar transaksi menjadi sah, yaitu:[16]
1.    Pihak yang berakad (para mitra)
2.    Objek yang diakadkan
a.    Modal
b.    Kegiatan usaha atau kerja
c.    Keuntungan
3.    Sighat
a.    Serah (ijab)
b.    Terima (qabul)



Sementara itu syarat-syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah:[17]
1.    Pemodal dan pengelola, keduanya harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum dan keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masingmasing pihak.
2.    Sighat (ucapan), yaitu penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak.
3.    Modal, yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dan kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas musyarakah. Untuk itu, modal harus memenuhi syarat-syarat berikut: harus diketahui jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang) dan harus tunai.

F.   Jenis-Jenis Pembiayaan Syirkah
Adapun jenis pembiayaan musyarakah atau syirkah menurut syariat terbagi menjadi dua, yaitu:[18]
1.    Syirkah Al-Milk
Syirkah Al-Milk mengandung pengertian sebagai kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa membuat perjanjian kemitraan yang resmi. Misalnya: dua orang atau lebih menerima warisan atau menerima pemberian sebidang tanah atau harta kekayaan.
2.    Syirkah Al-Uqud
Syirkah Al-Uqud yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha, dimana masing-masing pihak menyediakan modal dan keuntungan maupun kerugian dibagi secara proporsional sesuai dengan modal masing-masing. Menurut pendapat Muhammad Syafi’i Antonio, Syirkah Uqud terbagi menjadi lima macam yaitu:[19]
a.    Syirkah ‘Inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha bersama, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan jumlah modal masing-masing sebagaimana yang disepakati di antara mereka.
b.    Syirkah Mufawadhah, yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan persyaratan adanya kesamaan modal atau dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masingmasing pihak.
c.     Syirkah abdan, yaitu kontrak kerja sama dua orang atau lebih seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua arsitek untuk menggarap sebuah proyek bangunan atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam kantor.
d.    Syirkah Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli suatu barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjualnya secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut.
e.    Syirkah Mudharabah, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama sebagai penyedia modal sedangkan pihak kedua sebagai pengelola, keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil sesuai kesepakatan.
Sedangkan secara operasional, terdapat dua jenis musyarakah yaitu:
1.    Musyarakah permanen, yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
2.    Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha), yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya, sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. Kedua belah pihak dapat menjadi mitra aktif ataupun mitra pasif. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

G. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Musyarakah
1.    Manfaat Pembiayaan Musyarakah
Beberapa manfaat dari pembiayaan musyarakah antara lain sebagai berikut:[20]
a.    Bank atau lembaga keuangan akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah/anggota meningkat.
b.    Bank atau lembaga keuangan tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah/anggota pendanaan secara tepat, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga pihak bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c.    Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah/anggota sehingga tidak memberatkan mereka.
d.   Bank atau lembaga keuangan akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e.    Prinsip bagi hasil dalam pembiayaan musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap.
2.    Risiko Pembiayaan Musyarakah
Namun demikian pembiayaan musyarakah juga memiliki risiko yang relatif tinggi, terutama pada penerapannya antara lain yaitu:
a.    Side streaming, nasabah/anggota menggunakan dana itu tidak sesuai yang tertulis dalam kontrak.
b.    Karena kelalaian atau kesalahan yang disengaja oleh nasabah/anggota.
c.     Penyembunyian keuntungan, bila nasabah/anggota yang mengelola dana tersebut tidak jujur.
d.   Pelaksanaan usaha yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

H.  Mengakhiri Syirkah
Menurut Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama berakhirnya syirkah yang telah diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan syirkah, yaitu :
1.    Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dimana jika salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya. Hal ini disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi.
2.    Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta) baik karena gila ataupun karena alasan lainnya.
3.    Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4.    Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan. Pengampuan yang dimaksud di sini baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.    Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
6.    Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi yang menanggung resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta Syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.



BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Manfaat daripada perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Maskud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.
Produk pembiayaan perbankan  meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif atau pembiayaan yang bersifat produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan syariah yaitu:
1.    Pembiayaan berprinsip jual beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’
2.    Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik
3.    Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah
4.    dan beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan wakalah
Syirkah atau Musyarakah (partnership) adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Syirkah termasuk kedalam akad tijarah (for profit transaction).



DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2010. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Buchori, Nur Syamsudin. 2012. Koperasi Syariah Teori dan Praktik. Banten: Shuhuf Media Insani.
Dewan Syariah Nasional. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07 Tahun 2000, Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Jakarta: MUI
Dewan Syariah Nasional. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 10 Tahun 2000 tentang Wakalah. Jakarta: MUI
Dewan Syariah Nasional. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 11 Tahun 2000 tentang Kafalah. Jakarta: MUI
Dewan Syariah Nasional. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 12 Tahun 2000 tentang Hawalah. Jakarta: MUI
Dewan Syariah Nasional. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku II tentang Akad BAB I Ketentuan Umum Pasal 20. Jakarta: MUI
Muhammad. 2009. Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Nurhatati, Fitri. 2008. dan Ika Saniyati Rahmaniyah. Koperasi Syariah, Surakarta: PT Era Intermedia
Sjahdeni, Sutan Remy. 2007. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamala. Jakarta: Rajawali Pers.




[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia & Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
[2] Fitri Nurhatati dan Ika Saniyati Rahmaniyah, Koperasi Syariah, Surakarta: PT Era Intermedia, 2008, hlm. 27
[3] Hendi Suhendi. Fiqh Muamala. Jakarta: Rajawali Pers. 2014  hlm,117-118.
[4] Bidayatul Mujtahid II,hlm.253-257
[5] Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku II tentang Akad BAB I Ketentuan Umum Pasal 20, hlm.10
[6] Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07 Tahun 2000, Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
[7] Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 12 Tahun 2000 tentang Hawalah
[8] Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku II tentang Akad BAB I Ketentuan Umum Pasal 20, hlm.14
[9] Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 10 Tahun 2000 tentang Wakalah
[10] Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 11 Tahun 2000 tentang Kafalah
[11] Nur Syamsudin Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, Banten: Shuhuf Media Insani, Cet. I, 2012, hlm. 42
[12] Dokumen Keputusan Menteri Dan Usaha Kecil Dan Menengah No. 91 Tahun 2004, hlm. 3.
[13] Kementrian Agama Republik Indonesia, Al Quran Terjemah, Jakarta: Pustaka Al Mubin, 2013, hlm. 454.
[14] Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2010, hlm. 192.
[15] A. Hasan, Ibnu Hajar ‘Al-Asqalani Bulughu al-Maram, Terj. Bulughul Maram, Jilid I, Bandung: CV. Diponegoro, Cet. XV, 1989, hlm. 443.
[16] Ibid hlm. 40
[17] Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2009, hlm. 118.
[18]Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Cet. III, 2007, hlm. 58.
[19] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, Cet. XIV, 2010, hlm. 92.
[20] Muhammad Syafi’i Antonio, Ibid., hlm. 93.