Rabu, 18 Januari 2017

GADAI DAN HIPOTIK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gadai merupakan suatu yang diperoleh seseorang piutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang, atau oleh seorang lain atas namanya. Dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dan pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Yang dimaksud dengan benda bergerak termasuk baik benda berwujud maupun tidak berwujud, misalnya surat-surat berharga atas tunjuk, yakni pembayaran dapat dilakukan kepada orang yang disebut dalam surat itu atau kepada orang yang ditunjuk oleh orang itu (untuk surat-surat berharga, apabila diadakan gadai masih diperlukan penyumbatan dalam surat itu bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai) disamping endossement diperlukan juga penyerahan surat-surat berharga.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan gadai?
2.      Apa yang dimaksud dengan hipotik?
3.      Apa saja perbedaan gadai dan hipotik?
4.      Apa saja persamaan gadai dan hipotik?
5.      Apa hubungannya antara gadai dan hipotik?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui mengenai gadai
2.      Untuk mengetahui mengenai hipotik
3.      Untuk mengetahui perbedaan gadai dan hipotik
4.      Untuk mengetahui persamaan gadai dan hipotik
5.      Untuk mengetahui hubungan antara gadai dan hipotik

BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG GADAI DAN HIPOTIK
A. Pengertian Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan. [1]
Hak gadai yang definisinya diberikan, adalah sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain, yang maksudnya bukanlah untuk memberikan kepada orang yang berhak gadai itu (disebut : penerima gadai atau pemegang gadai) manfaat dari benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu piutang (yang bersifat apapun juga) dan itu ialah jaminan yang lebih kuat dari pada jaminan yang memilikinya.[2]
B. Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum gadai terdapat pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pasal 1150 sampai pasal 1161.[3]
C. Rukun dan Syarat Gadai
            Didalam hukum positif, telah diatur juga mengenai rukun dan syarat gadai yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Rukun gadai antara lain:[4]
1.      Adanya orang yang melakukan perjanjian yaitu :penggadai dan penerima gadai.
2.      Adanya barang jaminan.
3.      Ada perjanjian, baik melalui lisan maupun tulisan.
4.      Adanya utang.
b. Syarat gadai antara lain:
1.      Syarat yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu kreditur dan debitur tidak saling merugikan.[5]
2.      Syarat yang berkaitan dengan yang menggadaikan dan penerim gadai, yaitu kedua belah pihak yang berjanji masing-masing dari mereka sudah dewasa dan berakal.
3.      Syarat yang berkaitan dengan benda yang digadaikan, yaitu:
a.       Penggadai punya hak kuasa atas benda yang digadaikan.
b.      Benda gadai bukan benda yang mudah rusak.
c.       Benda gadai dapat diambil manfaatnya.[6]
4.      Syarat yang berkaitan dengan perjanjian yaitu tidak di syaratkan apa-apa, oleh karenanya bentuk perjanjian gadai itu dapat bebas tidak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja, dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris, bisa juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja.[7]
5.      Syarat yang berkaitan dengan hutang-piutang, yaitu hutangnya keadaan tetap, keadaan pasti dan keadaan jelas.[8]
D. Subjek Perjanjian Gadai
Perjanjian timbul, disebabkan oleh adanya hubungan hukum kesepakatan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu, masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur.[9]
Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian, kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari:
1.      Individu sebagai persoon yang bersangkutan
a.       Natuurlijke Persoon atau manusia tertentu.
b.      Rechts Persoon atau badan hukum
Jika badan hukum menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama “perjanjian atas nama” dan kreditur yang bertindak sebagai penuntut disebut “tuntutan atas nama”.
2.      Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan atau hak orang lain tertentu : misalnya, seorang bezitter kapal. Bezitter kapal ini dapat bertindak sebagai kreditur dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan atas nama pemilik kapal inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai bezitter. Contoh lain, seorang menyewa rumah A, penyewa bertindak atas keadaan dan kedudukannya sebagai penyewa rumah A, bukan atas nama A inpersoon, tapi atas nama A sebagai pemilik sesuai dengan keadaannya sebagai penyewa. Lebih nyata dapat kita lihat ketentuan pasal 1576 BW, sekalipun rumah telah dijual oleh pemilik semula, atau pemilik semula meninggal dunia, perjanjian sewa-menyewa tetap berjalan atas nama “pemilik semula”, kepada pemilik yang baru atau kepada ahli waris pemilik semula.

3.      Persoon yang dapat diganti
Mengenai persoon kreditur yang “dapat diganti”, berarti kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan dalam perjanjian sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru.[10]
Perjanjian yang dapat diganti ini, dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian “aanorder” atau perjanjian atas order/atas perintah.
Demikian juga dalam perjanjian “aantooonder”, perjanjian “atas nama” atau “kepada pemegang/pembawa” pada surat-surat tagihan hutang. Tentang siapa-siapa yang menjadi debitur, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditur yaitu :
a)      Individu sebagai persoon yang bersangkutan.
b)       Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu.
c)      Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur.[11]
E. Objek Gadai
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam suatu perjanjian, obyek yang diperjanjikan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Barang tersebut dapat diperjual-belikan (bernilai), sebagaimana dijelaskan pada pasal 1332 yang berbunyi : “bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi objek dari suatu perjanjian”.
2.      Barang tersebut harus tertentu, dalam pasal 1333 menjelaskan : “bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”.[12]
Adapun barang yang dapat dijadikan jaminan yaitu semua benda yang berwujud atau tidak berwujud yang ada dibawah kekuasaan peminjam (debitur) yaitu :
1.      Benda berharga yang berwujud antara lain yakni, seperti mobil, sepeda motor, rumah, tanah, perhiasan, dll.
2.      Benda berharga yang tak berwujud antara lain yakni, seperti surat utang (obigasi), surat efek (saham-saham), surat akte dan surat berharga lainnya.[13]
F. Pemanfaatan Objek Gadai (Jaminan)
Menyangkut pemanfaatan barang gadai menurut ketentuan hukum perdata tetap merupakan hak-hak keepakatan dalam terjadinya penggadaian, hak gadai terjadi karena :
a)      Karena adanya persetujuan gadai ialah suatu kehendak bersama untuk mengadakan hubungan hukum gadai satu sama lainnya.
b)      Penyerahan benda bergerak yang dijadikan jaminan. 
Gadai dalam kitap KUHper, pada dasarnya adalah merupakan sebuah jaminan hutang dari sejumlah uang yang dipinjam (pasal 1150) dengan kedudukannya sebagai jaminan, maka barang tersebut harus berada pada kekuasaan penerima gadai, bentuk penyerahan bukan suatu keharusan pada zat barang tersebut, melainkan penyerahan dapat berupa penyerahan hak milik secara kepercayaan, yang lazim dinamakan Fiduciaire eigendom.[14]
Penyerahan hak milik atas barang-barang yang dipertanggungkan dengan perjanjiaan bahwa penyerahan hak milik itu hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Dalam Kitap Undang Undang Hukum Perdata, setiap transaksi gadai, pemberi gadai selalu dibebani oleh adanya bunga (tambahan pembayaran dari uang pokok yang dipinjamkan), pembebasan bunga dalam transaksi gadai dilegalitaskan sebagaimana dijelaskan pada pasal 1156 BW, yang berbunyi: “Bagaimanapun, apabila si berhutang atau pemberi gadai bercidera janji, si berpiutang dapat menuntut dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi hutang beserta bunga dan biaya, atau hakim atas tuntutan orang yang berpiutang dapat mengabulkan bahwa barang gadai tetap berada pada orang yang berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan sehingga sebesar hutangnya beserta biaya dan bunganya”.
Dalam pemanfaatan barang jaminan, pemegang gadai mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap barang jaminan tersebut:
a)      Hak-hak seorang pemegang gadai
a.       Ia berhak untuk menahan barang yang dipertanggungkan selama hutang-hutang, bunga dan biaya-biaya yang belum dilunasi.
b.      Bila tidak ada ketentuan lain, pemegang gadai setelah waktu yang ditentukan telah lampau atau tidak ditetapkan waktunya, setelah mengadakan somasi, dapat melelang barang yang digadaikan dimuka umum.
c.       Ia berhak untuk minta digantikan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang gadai untuk menyelamatkan barang yang dipertanggungkannya itu.
d.      Ia berhak untuk menggadaikan lagi barang tanggungannya itu apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan (seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero atau obligasi).
e.       Bila hutang-hutang tidak dibayar sepenuhnya maka pemegang gadai tidak berkewajiban mengembalikan barang yang dipertanggungkan itu (gadai disini tidak dapat dibagi-bagi, hutangnya sendiri dapat dibagi-bagi)
b)      kewajiban-kewajiban seorang pemegang gadai
a.       Ia bertanggung jawab terhadap kerugian, apabila karena kesalahannya barang yang dipertanggungkan menjadi hilang atau kemunduran harga barang tanggungannya.
b.      Ia harus memberitahukan kepada orang yang berhutang apabila ia hendak menjual atau melelang barang tanggungannya
c.       Ia harus memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualan itu, dan kelebihan dari pada pelunasan hutang, bunga dan biayabiaya lelang harus diserahkan kembali ke si berhutang.
d.      Ia harus mengembalikan barang yang dipertanggungkan apabila hutang pokok, bunga, biaya untuk menyelamatkan atau merawat barang tanggungan telah dibayar lunas.[15]
G. Hapusnya Gadai[16]
1.      Perjanjian pokok
2.      Musnahnya benda gadai
3.      Pelaksanaan eksekusi
4.      Pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5.      Pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
6.      Penyalahgunaan benda gadai
H. Pengertian Hipotik
Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan utang dimana barang tanggungan tidak dipindahkan kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi barang itu selalu dapat diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain apabila orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya[17] dalam bahasa Belanda terjemahannya adalah onderzetting dalam bahasa Indonesia adalah pembebanan.
Tetapi hypotheca seperti yang dimaksud di atas tidak sama persis dengan hipotik yang dikenal sekarang karena hipotik hanya untuk barang yang tidak bergerak saja sedangkan hypotheca meliputi jaminan benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak. Namun kesamaannya baik dalam bahasa hukum di Indonesia maupun di Nederland istilah hypotheek ini telah diambil alih untuk menunjukan salah satu bentuk jaminan hak atas tanah
Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur cidera janji. Hak tanggungan hanya menggantikan hipotik sepanjang yang menyangkut tanah saja. Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku. Disamping hak-hak jaminan berupa hipotik atas kapal laut dan hipotik atas pesawat udara, juga berlaku gadai dan fidusia sebagai hak jaminan.

I. Dasar Hukum Hipotik
Hipotik diatur dalam :[18]
a)      KUHPerdata dan KUHDagang,
b)      Undang-Undang no.21 tahun 1992 tentang pelayaran,
c)      PP No. 23 tahun 1985,
d)     Stb. 1934-74
e)      Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
Didalam KUHPerdata, aturan tentang hipotik diatur dalam pasal 1162-1232, yang digunakan apabila didalam KUHDagang belum diatur mengenai suatu hal yang berkaitn dengan hipotik
J. Proses Pembebanan Hipotik
Keabsahan suatu pembebanan jaminan hak tanah seperti hipotik harus memperhatikan syarat yang diatur dalam Pasal 1171 (1) KUHPerdata, memenuhi syarat spesialitas yang diatur dalam Pasal 1174 KUHPerdata, memenuhi syarat publisitas dan juga kecakapan dan kewenangan dari subyek hipotik itu sendiri, dalam hal ini penulis sependapat dengan Purwahid Patrik dan Kashadi yang menyatakan bahwa perlu juga diperhatikan kewenangan pemberi hak tanggungan dalam ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang kewenangan suami dan istri untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bersama, masing-masing dapat bertindak berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Serta larangan bagi orangtua memindahtangankan atau menjaminkan barang-barang tetap milik anaknya yang belum cukup umur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 309, 393, 1320 KUHPerdata jo Pasal 48 dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Juga apabila berkaitan dengan anak yang belum dewasa atau di bawah umur maka harus diwakili oleh wali sah dari si anak hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata bahwa syarat sahnya perjanjian yaitu cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Pembebanan hipotik harus dilakukan dengan akta otentik. Hipotik adalah hak jaminan yang bersifat accessoir, sehingga untuk pemberian hak hipotik harus diperjanjikan dalam perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang-piutang yang dibuat antara kreditur dan debitur. Mengenai perjanjian pokok yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang menurut Sudargo Gautama dapat dilakukan dengan cara akta di bawah tangan ataupun akta otentik.20
Selain memenuhi syarat spesialitas sahnya hipotik juga harus memenuhi syarat publisitas (Pasal 1179 (2) KUHPerdata) yaitu suatu syarat yang menghendaki agar hipotik yang bersagkutan didaftarkan pada Register Umum yaitu dengan cara mendaftarkan akta hipotik tersebut pada register-register umum yang disediakan untuk itu. Penulis berpendapat bahwa berkaitan dengan keabsahan pembebanan hipotik sebagaimana telah disyaratkan dalam Pasal 1171 (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik kecuali dalam hal-hal yang secara tegas ditunjuk oleh undangundang” Juga dalam Ayat (2)-nya yang berbunyi: Begitu pula kuasa untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu akta otentik. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tidak sependapat dengan pendapat dari Sudargo Gautama tersebut diatas. Sahnya Hipotik harus memenuhi syarat spesialitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1174 KUHPerdata yang menyatakan : “Akta dalam mana diletakkan hipotik harus memuat suatu penyebutan khusus tentang benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya, penyebutan mana sedapat-dapatnya harus didasarkan pada pengukuran-pengukuran resmi”
Pemberian hak hipotik dengan segala akibat hukumnya, termasuk kewajiban pemberi hipotik untuk “merelakan” agar benda yang dijaminkan dengan hak hipotik tersebut disita, dijual, dan selanjutnya hasil penjualan kebendaan yang dijaminkan dengan hak hipotik tersebut dipergunakan untuk melunasi utang debitur yang dijamin, baru lahir dan mengikat pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan hak hipotik manakala telah dilakukannya pendaftaran akta hipotik pada Register Umum di Kantor Pendaftaran Tanah Yang bersangkutan (Seksi Pendaftaran Tanah Sub Direktorat Agraria) untuk didaftarkan dalam Buku Tanah. Dengan selesainya proses pemberian kredit dengan jaminan hipotik dapat disebut adanya empat dokumen yaitu :
a)      Dokumen perjanjian utang
b)      Dokumen kuasa untuk memasang hipotik
c)      Dokumen akta pemasangan hipotik
d)     Sertifikat hipotik
K. Objek Hipotik Menurut KUHPdt
Objek hipotik diatur pasal 1164 KUHPerdata, dan berikut diuraikan objek – objek hipotek yaitu:
a)      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya
b)      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
c)      Hak numpang karang dan hak usaha
d)     Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
e)      Bunga seperti semula.
f)       Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.[19]
Objek hipotik menurut Pasal 1164 KUH Peradata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
a)      Benda-benda tidak bergerak yang dapat di pindahtagankan, beserta segala perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
b)      Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas-atas benda tersebut beserta segala perlengkapanya.
c)      Hak numpang karang (postal, identik dengan hak guna bagunan) dan hak usaha (erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
d)     Bunga tanah, baik yang harus di bayar dengan uang maupun yang harus di bayar dengan hasil tanah.
e)      Bunga sepesepuluh
f)       Pasar-pasar yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
J. Subjek Hipotik
Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
1.      Badan-badan pemerinta
2.      Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian
3.      Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4.      Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
L. Syarat – Syarat Hipotik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah:
1.      Harus ada perjanjian hutang piutang,
2.      Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.
Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961), yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.

L. Hapusnya Hipotik
Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
1.      Karena hapusnya ikatan pokok
2.      Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur
3.      Karena penetapan oleh hakim


M. Syarat Pemberian Kredit
            Kreditur memiliki beberapa kriteria untuk memberikan kredit kepada debitur, baik secara jaminan gadai maupun hipotik, secara umum debitur layak mendapatkan kredit apabila memenuhi kriteria Five-c[20], yaitu :
1.      Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya dengan kata lain ini merupakan willingness to pay.
2.      Capacity merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity ini merupakan ukuran dari ability to play atau kemampuan dalam membayar.
3.      Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan.
4.      Collateral adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon pelanggan benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan.
5.      Condition, pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon pelanggan.

















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Perbedaan Gadai dan Hipotik
Setelah menganalisis informasi mengenai gadai dan hipotik di bab sebelumnya, berikut disajikan tabel tentang perbedaan gadai dan hipotik yang diklasifikasikan dengan lebih spesifik.

NO
SEGI PERBEDAAN
GADAI
HIPOTIK
1
Sumber Hukum[21]
Pasal 1150 s/d pasal 1160 kitab UU hukum perdata(KUHP Perdata)
Pasal 1162 KUH Perdata
2
Kedudukan Benda Jaminan
Secara Fisik berada di bawah penguasaan kreditur / pihak ketiga yang telah disetujui kedua belah pihak.
Hipotik hanya dapat diletakkan / dipasang oleh orang yang dapat mengoperkan/memindahkan benda jaminan
3
Sifat
·         Benda gadai dikuasai pemegang gadai (inbezitstelling)
·         Bersifat individualiteif
·         Bersifat Zaaksgefolg
·         Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134 KUHP ayat 2
5
Objek[22]
Benda bergerak baik berwujud maupun tidak
Benda tidak bergerak (tanah, kapal laut, pesawat, dsb)
6
Pembebanan
·         Benda gadai tidak dapat dibebankan Berkali-kali kepada kreditor yang berbeda
·         Tidak ada aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi obyek benda
Benda jaminan dibebankan diatas satu benda sudah merupakan keadaan biasa
7
Pembuktian
Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok
Adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik
8
Hapusnya Hak[23]
Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain

hipotik tidak hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, tetapi tetap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang lain


B.     Persamaan Gadai dan Hipotik
Berdasarkan teori-teori yang disajikan dibab sebelumnya, dapat kita ketahui pula persamaan dari gadai dan hipotik, yang secara umum keduanya merupakan cara untuk melakukan utang-piutang. Dan didalam tabel berikut, akan kami sajikan persamaan antara gadi dan hipotik secr lebih terklasifikasi.

NO
BERDASARKAN
PERSAMAAN
1
Sumber Hukum[24]
 KUHPrdt mengatur keduanya, baik gadai maupun hipotik.
2
Kedudukan Benda Jaminan
Keduannya mengatur bahwa benda dari gadai mapun hipotik hanya sebagai jaminan saja.
3
Sifat
Keduanya memiliki sifat Accessoir, dimana apabila perjanjin hutang-piutangnya batal, maka hak gadai maupun hipotik pun akan batal.
5
Objek[25]
Keduanya mengatur bahwa ojek jaminan haruslah benda memiliki nilai.
6
Syarat Kredit[26]
Keduanya baik gadai maupun hipotik memiliki syarat pengajuan kredit yang sama. Yakni harus terpenuhinya kriteria five-c (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition.)
7
Hapusnya Hak[27]
·         Keduanya mengatur, bahwa hapusnya gadai/hipotik karena hapusnya perjanjian pokok.
·         Hapusnya gadai/hipotik, apabila pemegang gadai/hipotik telah melepaskan hak gadai/hipotik secara sukarela

C.    Hubungan Gadai dan Hipotik
Gadai dan hipotik adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda (berbentuk barang untuk gadai, akta untuk hipotik), yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya. Dan dikembalikan ketika debitur telah melunasi hutang beserta biaya lainya yang telah disetujui oleh kedua pihak.
Gadai dan hipotik memiliki hubungan yang dekat, dimana keduanya merupkan cara agar dapat melakukan hutang-piutang antara debitur dan kreditur dengan mensyaratkan adanya jaminan yang dimaksudkan agar kreditur dapat mendaptkan keamanan dari debiturnya dalam melunasi hutangnya, karena apabila sewaktu-waktu debitur tersebut tidk mampu membayar hutangnya, kreditur dapat mengklaim benda gadai/hipotik tersebut.
Ditinjau dari aspek hukum, keduanya baik gadai mupun hipotik sama-sama diatur didalam KUHPdt, meskipun untuk hipotik tanah kini sudh memiliki aturn tersendiri yakni UU tentang agraria. Didalam KUH Perdata, keduanya diatur didalam buku yang sama, dimana gadai diatur dalam pasal Pasal 1150 s/d pasal 1160, sedangkan Hipotik diatur dalam Pasal 1162.






BAB IV
SIMPULAN

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan
Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan utang dimana barang tanggungan tidak dipindahkan kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi barang itu selalu dapat diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain apabila orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya dalam bahasa Belanda terjemahannya adalah onderzetting dalam bahasa Indonesia adalah pembebanan.
Perbedaan Gadai dan Hipotik terlihat dari berbagaimacam segi baik dari sumber hukumnya, objeknya, pembebanannya, Syaratnya, dan dari beberapa hal yang membuat perjanjian tersebut dihapuskan.
Persamaan antara Gadai dan Hipotik secara umum yakni keduanya merupkan cara agar dapat melakukan hutang-piutang antara debitur dan kreditur dengan mensyaratkan adanya jaminan yang dimaksudkan agar kreditur dapat mendaptkan keamanan dari debiturnya dalam melunasi hutangnya, karena apabila sewaktu-waktu debitur tersebut tidk mampu membayar hutangnya, kreditur dapat mengklaim benda gadai/hipotik tersebut.
Hubungan Gadai dan hipotik sangat dekat, dimana keduanya merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda (berbentuk barang untuk gadai, akta untuk hipotik), yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya. Dan dikembalikan ketika debitur telah melunasi hutang beserta biaya lainya yang telah disetujui oleh kedua pihak.



[1] KUHpdt tentang gadai dalam pasal 1150
[2] H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1984, hlm.310.
[3] N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[4] Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.101.
[5] Ibid, hlm.329.
[6] Ibid, hlm.330.
[7] Ibid, hlm.99.
[8] Ibid, hlm.100.
[9] Riduan Syahrini, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2006, hlm.145.
[10] M.Yahya Harahap,Segi Segi Hukum Perjanjian, Gramedia, Bandung, 1986, hlm.15.
[11] Ibid, hlm.16.
[12] Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[13] Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta,1981, hlm.98.
[14] Elise T.Sulisteni,Rudi.T.Erwin,Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara Perkara
Perdata, 1994, hlm.161.
[15] Riduan Syahrini,seluk beluk dan asas asas, Alumni, Bandung, 2006, hlm.147.
[16] Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>
[17] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1994,  hlm. 78.
[18]N.Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[20] Hendi Hidayat, Prinsip Pemberian Kredit (5C Principle),  melalui: <http://ngenyiz.blogspot.co.id/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5c-principle.html>
[21] N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[22] Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[23] Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>
[24] N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[25] Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[26] Hendi Hidayat, Prinsip Pemberian Kredit (5C Principle),  melalui: <http://ngenyiz.blogspot.co.id/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5c-principle.html>

[27] Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>