BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gadai
merupakan suatu yang diperoleh seseorang piutang atas suatu barang bergerak
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang, atau oleh seorang lain atas
namanya. Dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dan pada
orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang
itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Yang
dimaksud dengan benda bergerak termasuk baik benda berwujud maupun tidak
berwujud, misalnya surat-surat berharga atas tunjuk, yakni pembayaran dapat
dilakukan kepada orang yang disebut dalam surat itu atau kepada orang yang
ditunjuk oleh orang itu (untuk surat-surat berharga, apabila diadakan gadai
masih diperlukan penyumbatan dalam surat itu bahwa haknya dialihkan kepada
pemegang gadai) disamping endossement diperlukan juga penyerahan
surat-surat berharga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan gadai?
2. Apa
yang dimaksud dengan hipotik?
3. Apa
saja perbedaan gadai dan hipotik?
4. Apa
saja persamaan gadai dan hipotik?
5.
Apa hubungannya
antara gadai dan hipotik?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui mengenai gadai
2. Untuk
mengetahui mengenai hipotik
3. Untuk
mengetahui perbedaan gadai dan hipotik
4. Untuk
mengetahui persamaan gadai dan hipotik
5.
Untuk mengetahui
hubungan antara gadai dan hipotik
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS TENTANG GADAI DAN HIPOTIK
A. Pengertian Gadai
Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh
kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi
wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan
mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan
yang harus didahulukan. [1]
Hak gadai yang definisinya
diberikan, adalah sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain, yang
maksudnya bukanlah untuk memberikan kepada orang yang berhak gadai itu (disebut
: penerima gadai atau pemegang gadai) manfaat dari benda tersebut, tetapi
hanyalah untuk memberikan kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu
piutang (yang bersifat apapun juga) dan itu ialah jaminan yang lebih kuat dari
pada jaminan yang memilikinya.[2]
B. Dasar Hukum Gadai
Dasar
hukum gadai terdapat pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pasal 1150 sampai
pasal 1161.[3]
C. Rukun dan Syarat Gadai
Didalam
hukum positif, telah diatur juga mengenai rukun dan syarat gadai yang dapat diuraikan
sebagai berikut.
a. Rukun gadai antara lain:[4]
1. Adanya
orang yang melakukan perjanjian yaitu :penggadai dan penerima gadai.
2. Adanya
barang jaminan.
3. Ada
perjanjian, baik melalui lisan maupun tulisan.
4. Adanya
utang.
b. Syarat gadai antara lain:
1. Syarat
yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu kreditur dan debitur tidak saling
merugikan.[5]
2. Syarat
yang berkaitan dengan yang menggadaikan dan penerim gadai, yaitu kedua belah
pihak yang berjanji masing-masing dari mereka sudah dewasa dan berakal.
3. Syarat
yang berkaitan dengan benda yang digadaikan, yaitu:
a. Penggadai
punya hak kuasa atas benda yang digadaikan.
b. Benda
gadai bukan benda yang mudah rusak.
c. Benda
gadai dapat diambil manfaatnya.[6]
4. Syarat
yang berkaitan dengan perjanjian yaitu tidak di syaratkan apa-apa, oleh
karenanya bentuk perjanjian gadai itu dapat bebas tidak terikat oleh suatu bentuk
yang tertentu artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara
lisan saja, dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris,
bisa juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja.[7]
5. Syarat
yang berkaitan dengan hutang-piutang, yaitu hutangnya keadaan tetap, keadaan
pasti dan keadaan jelas.[8]
D. Subjek Perjanjian Gadai
Perjanjian timbul, disebabkan oleh
adanya hubungan hukum kesepakatan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum
perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu, masing-masing orang
itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang
seorang lagi sebagai pihak debitur.[9]
Kreditur dan debitur itulah yang
menjadi subjek perjanjian, kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib
memenuhi pelaksanaan prestasi. Maka sesuai dengan teori dan praktek hukum,
kreditur terdiri dari:
1. Individu
sebagai persoon yang bersangkutan
a. Natuurlijke
Persoon atau manusia tertentu.
b.
Rechts Persoon
atau badan hukum
Jika badan hukum menjadi subjek, perjanjian
yang diikat bernama “perjanjian atas nama” dan kreditur yang bertindak sebagai penuntut
disebut “tuntutan atas nama”.
2. Seseorang
atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan atau hak orang lain tertentu :
misalnya, seorang bezitter kapal. Bezitter kapal ini dapat bertindak sebagai
kreditur dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditur bukan
atas nama pemilik kapal inpersoon. Tapi atas nama persoon tadi sebagai
bezitter. Contoh lain, seorang menyewa rumah A, penyewa bertindak atas keadaan
dan kedudukannya sebagai penyewa rumah A, bukan atas nama A inpersoon, tapi
atas nama A sebagai pemilik sesuai dengan keadaannya sebagai penyewa. Lebih
nyata dapat kita lihat ketentuan pasal 1576 BW, sekalipun rumah telah dijual
oleh pemilik semula, atau pemilik semula meninggal dunia, perjanjian
sewa-menyewa tetap berjalan atas nama “pemilik semula”, kepada pemilik yang
baru atau kepada ahli waris pemilik semula.
3. Persoon
yang dapat diganti
Mengenai persoon kreditur yang
“dapat diganti”, berarti kreditur yang menjadi subjek semula, telah ditetapkan
dalam perjanjian sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru.[10]
Perjanjian yang dapat diganti ini,
dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian “aanorder” atau perjanjian atas
order/atas perintah.
Demikian juga dalam perjanjian
“aantooonder”, perjanjian “atas nama” atau “kepada pemegang/pembawa” pada
surat-surat tagihan hutang. Tentang siapa-siapa yang menjadi debitur, sama
keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditur yaitu :
a) Individu
sebagai persoon yang bersangkutan.
b) Seorang atas kedudukan atau keadaan tertentu
bertindak atas orang tertentu.
c)
Seorang yang
dapat diganti menggantikan kedudukan debitur semula, baik atas dasar bentuk
perjanjian maupun izin dan persetujuan kreditur.[11]
E. Objek Gadai
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam
suatu perjanjian, obyek yang diperjanjikan tersebut harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Barang
tersebut dapat diperjual-belikan (bernilai), sebagaimana dijelaskan pada pasal 1332
yang berbunyi : “bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
menjadi objek dari suatu perjanjian”.
2. Barang
tersebut harus tertentu, dalam pasal 1333 menjelaskan : “bahwa suatu perjanjian
harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”.[12]
Adapun
barang yang dapat dijadikan jaminan yaitu semua benda yang berwujud atau tidak
berwujud yang ada dibawah kekuasaan peminjam (debitur) yaitu :
1. Benda
berharga yang berwujud antara lain yakni, seperti mobil, sepeda motor, rumah,
tanah, perhiasan, dll.
2. Benda
berharga yang tak berwujud antara lain yakni, seperti surat utang (obigasi),
surat efek (saham-saham), surat akte dan surat berharga lainnya.[13]
F. Pemanfaatan Objek Gadai (Jaminan)
Menyangkut pemanfaatan barang gadai
menurut ketentuan hukum perdata tetap merupakan hak-hak keepakatan dalam
terjadinya penggadaian, hak gadai terjadi karena :
a) Karena
adanya persetujuan gadai ialah suatu kehendak bersama untuk mengadakan hubungan
hukum gadai satu sama lainnya.
b) Penyerahan
benda bergerak yang dijadikan jaminan.
Gadai dalam kitap KUHper, pada
dasarnya adalah merupakan sebuah jaminan hutang dari sejumlah uang yang
dipinjam (pasal 1150) dengan kedudukannya sebagai jaminan, maka barang tersebut
harus berada pada kekuasaan penerima gadai, bentuk penyerahan bukan suatu keharusan
pada zat barang tersebut, melainkan penyerahan dapat berupa penyerahan hak
milik secara kepercayaan, yang lazim dinamakan Fiduciaire eigendom.[14]
Penyerahan hak milik atas
barang-barang yang dipertanggungkan dengan perjanjiaan bahwa penyerahan hak
milik itu hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Dalam
Kitap Undang Undang Hukum Perdata, setiap transaksi gadai, pemberi gadai selalu
dibebani oleh adanya bunga (tambahan pembayaran dari uang pokok yang
dipinjamkan), pembebasan bunga dalam transaksi gadai dilegalitaskan sebagaimana
dijelaskan pada pasal 1156 BW, yang berbunyi: “Bagaimanapun, apabila si
berhutang atau pemberi gadai bercidera janji, si berpiutang dapat menuntut
dimuka hakim supaya barang gadai dijual menurut yang ditentukan oleh hakim
untuk melunasi hutang beserta bunga dan biaya, atau hakim atas tuntutan orang
yang berpiutang dapat mengabulkan bahwa barang gadai tetap berada pada orang
yang berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam putusan sehingga
sebesar hutangnya beserta biaya dan bunganya”.
Dalam pemanfaatan barang jaminan,
pemegang gadai mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap barang
jaminan tersebut:
a) Hak-hak
seorang pemegang gadai
a. Ia
berhak untuk menahan barang yang dipertanggungkan selama hutang-hutang, bunga
dan biaya-biaya yang belum dilunasi.
b. Bila
tidak ada ketentuan lain, pemegang gadai setelah waktu yang ditentukan telah
lampau atau tidak ditetapkan waktunya, setelah mengadakan somasi, dapat
melelang barang yang digadaikan dimuka umum.
c. Ia
berhak untuk minta digantikan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang
gadai untuk menyelamatkan barang yang dipertanggungkannya itu.
d. Ia
berhak untuk menggadaikan lagi barang tanggungannya itu apabila hak itu sudah
menjadi kebiasaan (seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero atau
obligasi).
e. Bila
hutang-hutang tidak dibayar sepenuhnya maka pemegang gadai tidak berkewajiban
mengembalikan barang yang dipertanggungkan itu (gadai disini tidak dapat
dibagi-bagi, hutangnya sendiri dapat dibagi-bagi)
b) kewajiban-kewajiban
seorang pemegang gadai
a. Ia
bertanggung jawab terhadap kerugian, apabila karena kesalahannya barang yang
dipertanggungkan menjadi hilang atau kemunduran harga barang tanggungannya.
b. Ia
harus memberitahukan kepada orang yang berhutang apabila ia hendak menjual atau
melelang barang tanggungannya
c. Ia
harus memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualan itu, dan kelebihan
dari pada pelunasan hutang, bunga dan biayabiaya lelang harus diserahkan
kembali ke si berhutang.
d.
Ia harus
mengembalikan barang yang dipertanggungkan apabila hutang pokok, bunga, biaya
untuk menyelamatkan atau merawat barang tanggungan telah dibayar lunas.[15]
G. Hapusnya Gadai[16]
1. Perjanjian
pokok
2. Musnahnya
benda gadai
3. Pelaksanaan
eksekusi
4. Pemegang
gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5. Pemegang
gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
6. Penyalahgunaan
benda gadai
H. Pengertian Hipotik
Hipotik berasal dari kata hypotheek
dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan utang dimana barang
tanggungan tidak dipindahkan kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi
barang itu selalu dapat diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di
tangan orang lain apabila orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya[17]
dalam bahasa Belanda terjemahannya adalah onderzetting dalam bahasa Indonesia
adalah pembebanan.
Tetapi hypotheca seperti yang
dimaksud di atas tidak sama persis dengan hipotik yang dikenal sekarang karena
hipotik hanya untuk barang yang tidak bergerak saja sedangkan hypotheca
meliputi jaminan benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak. Namun
kesamaannya baik dalam bahasa hukum di Indonesia maupun di Nederland istilah
hypotheek ini telah diambil alih untuk menunjukan salah satu bentuk jaminan hak
atas tanah
Hak jaminan dimaksudkan untuk
menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada seorang
kreditur tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu untuk didahulukan terhadap
kreditur-kreditur lain apabila debitur cidera janji. Hak tanggungan hanya
menggantikan hipotik sepanjang yang menyangkut tanah saja. Hipotik atas kapal
laut dan pesawat udara tetap berlaku. Disamping hak-hak jaminan berupa hipotik
atas kapal laut dan hipotik atas pesawat udara, juga berlaku gadai dan fidusia
sebagai hak jaminan.
I. Dasar Hukum Hipotik
Hipotik diatur dalam :[18]
a) KUHPerdata
dan KUHDagang,
b) Undang-Undang
no.21 tahun 1992 tentang pelayaran,
c) PP
No. 23 tahun 1985,
d) Stb.
1934-74
e)
Pasal 12 ayat
(2) Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
Didalam KUHPerdata, aturan tentang
hipotik diatur dalam pasal 1162-1232, yang digunakan apabila didalam KUHDagang
belum diatur mengenai suatu hal yang berkaitn dengan hipotik
J. Proses Pembebanan Hipotik
Keabsahan suatu pembebanan jaminan
hak tanah seperti hipotik harus memperhatikan syarat yang diatur dalam Pasal
1171 (1) KUHPerdata, memenuhi syarat spesialitas yang diatur dalam Pasal 1174
KUHPerdata, memenuhi syarat publisitas dan juga kecakapan dan kewenangan dari
subyek hipotik itu sendiri, dalam hal ini penulis sependapat dengan Purwahid
Patrik dan Kashadi yang menyatakan bahwa perlu juga diperhatikan kewenangan
pemberi hak tanggungan dalam ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang kewenangan suami dan istri untuk melakukan perbuatan
hukum mengenai harta bersama, masing-masing dapat bertindak berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak. Serta larangan bagi orangtua memindahtangankan
atau menjaminkan barang-barang tetap milik anaknya yang belum cukup umur
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 309, 393, 1320 KUHPerdata jo Pasal 48 dan
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Juga apabila
berkaitan dengan anak yang belum dewasa atau di bawah umur maka harus diwakili
oleh wali sah dari si anak hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata
bahwa syarat sahnya perjanjian yaitu cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
Pembebanan hipotik harus dilakukan
dengan akta otentik. Hipotik adalah hak jaminan yang bersifat accessoir,
sehingga untuk pemberian hak hipotik harus diperjanjikan dalam perjanjian
pokoknya, yaitu perjanjian utang-piutang yang dibuat antara kreditur dan
debitur. Mengenai perjanjian pokok yang menimbulkan hubungan hukum utang
piutang menurut Sudargo Gautama dapat dilakukan dengan cara akta di bawah tangan
ataupun akta otentik.20
Selain memenuhi syarat spesialitas
sahnya hipotik juga harus memenuhi syarat publisitas (Pasal 1179 (2)
KUHPerdata) yaitu suatu syarat yang menghendaki agar hipotik yang bersagkutan
didaftarkan pada Register Umum yaitu dengan cara mendaftarkan akta hipotik
tersebut pada register-register umum yang disediakan untuk itu. Penulis
berpendapat bahwa berkaitan dengan keabsahan pembebanan hipotik sebagaimana
telah disyaratkan dalam Pasal 1171 (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Hipotik
hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik kecuali dalam hal-hal yang
secara tegas ditunjuk oleh undangundang” Juga dalam Ayat (2)-nya yang berbunyi:
Begitu pula kuasa untuk memberikan hipotik harus dibuat dengan suatu akta
otentik. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tidak sependapat dengan pendapat
dari Sudargo Gautama tersebut diatas. Sahnya Hipotik harus memenuhi syarat
spesialitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1174 KUHPerdata yang menyatakan :
“Akta dalam mana diletakkan hipotik harus memuat suatu penyebutan khusus
tentang benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya, penyebutan
mana sedapat-dapatnya harus didasarkan pada pengukuran-pengukuran resmi”
Pemberian hak hipotik dengan segala
akibat hukumnya, termasuk kewajiban pemberi hipotik untuk “merelakan” agar
benda yang dijaminkan dengan hak hipotik tersebut disita, dijual, dan
selanjutnya hasil penjualan kebendaan yang dijaminkan dengan hak hipotik
tersebut dipergunakan untuk melunasi utang debitur yang dijamin, baru lahir dan
mengikat pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan hak hipotik manakala
telah dilakukannya pendaftaran akta hipotik pada Register Umum di Kantor
Pendaftaran Tanah Yang bersangkutan (Seksi Pendaftaran Tanah Sub Direktorat
Agraria) untuk didaftarkan dalam Buku Tanah. Dengan selesainya proses pemberian
kredit dengan jaminan hipotik dapat disebut adanya empat dokumen yaitu :
a) Dokumen
perjanjian utang
b) Dokumen
kuasa untuk memasang hipotik
c) Dokumen
akta pemasangan hipotik
d)
Sertifikat
hipotik
K. Objek Hipotik Menurut KUHPdt
Objek hipotik diatur pasal 1164
KUHPerdata, dan berikut diuraikan objek – objek hipotek yaitu:
a) Benda-benda
tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya
b) Hak
pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
c) Hak
numpang karang dan hak usaha
d) Bunga
tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
e) Bunga
seperti semula.
f) Pasar-pasar
yag diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat
padanya.[19]
Objek hipotik menurut Pasal 1164
KUH Peradata, yang dapat di bebani hipotik adalah :
a) Benda-benda
tidak bergerak yang dapat di pindahtagankan, beserta segala perlengkapannya
yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
b) Hak
pakai hasil (vruchtgebruik) atas-atas benda tersebut beserta segala
perlengkapanya.
c) Hak
numpang karang (postal, identik dengan hak guna bagunan) dan hak usaha
(erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
d) Bunga
tanah, baik yang harus di bayar dengan uang maupun yang harus di bayar dengan
hasil tanah.
e) Bunga
sepesepuluh
f) Pasar-pasar
yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
J. Subjek Hipotik
Sesuai dengan pasal 1168 KUH
perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat
memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.
Sedangkan badan hukum menurut tata
hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum
tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal
21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah
berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:
1. Badan-badan
pemerinta
2. Perkumpulan-perkumpulan
koperasi pertanian
3. Badan-badan
social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri
4.
Badan-badan keagamaan
yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.
Mengenai siapa-siapa yang dapat
memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia
sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.
L. Syarat – Syarat Hipotik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi
ketika akan mengadakan hipotik adalah:
1. Harus
ada perjanjian hutang piutang,
2.
Harus ada benda
tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.
Setelah syarat di atas dipenuhi,
kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat
pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961), yang
dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi
tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu
terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah
kantor agrarian yang bersangkutan.
L. Hapusnya Hipotik
Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik,
yaitu:
1. Karena
hapusnya ikatan pokok
2. Karena
pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur
3. Karena
penetapan oleh hakim
M.
Syarat Pemberian Kredit
Kreditur memiliki beberapa kriteria
untuk memberikan kredit kepada debitur, baik secara jaminan gadai maupun
hipotik, secara umum debitur layak mendapatkan kredit apabila memenuhi kriteria
Five-c[20],
yaitu :
1. Character
adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat
pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang
keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon
nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya dengan kata lain ini
merupakan willingness to pay.
2. Capacity
merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat
dari pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah
perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak,
bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity ini merupakan ukuran dari ability to
play atau kemampuan dalam membayar.
3. Capital
adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini
bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio
keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari
kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan,
dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan.
4. Collateral
adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon pelanggan
benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan
paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam
pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa
dijadikan jaminan.
5. Condition,
pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang
dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat
tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi
ekonomi dengan usaha calon pelanggan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Gadai dan Hipotik
Setelah menganalisis informasi mengenai gadai dan
hipotik di bab sebelumnya, berikut disajikan tabel tentang perbedaan gadai dan
hipotik yang diklasifikasikan dengan lebih spesifik.
NO
|
SEGI
PERBEDAAN
|
GADAI
|
HIPOTIK
|
1
|
Sumber Hukum[21]
|
Pasal 1150 s/d pasal
1160 kitab UU hukum perdata(KUHP Perdata)
|
Pasal 1162 KUH
Perdata
|
2
|
Kedudukan Benda
Jaminan
|
Secara Fisik berada di bawah penguasaan kreditur /
pihak ketiga yang telah disetujui kedua belah pihak.
|
Hipotik hanya dapat diletakkan / dipasang oleh
orang yang dapat mengoperkan/memindahkan benda jaminan
|
3
|
Sifat
|
·
Benda gadai
dikuasai pemegang gadai (inbezitstelling)
·
Bersifat
individualiteif
|
·
Bersifat
Zaaksgefolg
·
Lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134
KUHP ayat 2
|
5
|
Objek[22]
|
Benda bergerak baik
berwujud maupun tidak
|
Benda tidak bergerak
(tanah, kapal laut, pesawat, dsb)
|
6
|
Pembebanan
|
·
Benda gadai
tidak dapat dibebankan Berkali-kali kepada kreditor yang berbeda
·
Tidak ada
aturan untuk mendaftarkan benda jaminan yang menjadi obyek benda
|
Benda jaminan
dibebankan diatas satu benda sudah merupakan keadaan biasa
|
7
|
Pembuktian
|
Adanya
gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai
untuk membuktikan perjanjian pokok
|
Adanya perjanjian hipotik dibuktikan
dengan akta otentik
|
8
|
Hapusnya Hak[23]
|
Gadai
hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain
|
hipotik
tidak hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain,
tetapi tetap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang
lain
|
B. Persamaan Gadai dan Hipotik
Berdasarkan teori-teori yang disajikan dibab
sebelumnya, dapat kita ketahui pula persamaan dari gadai dan hipotik, yang
secara umum keduanya merupakan cara untuk melakukan utang-piutang. Dan didalam
tabel berikut, akan kami sajikan persamaan antara gadi dan hipotik secr lebih
terklasifikasi.
NO
|
BERDASARKAN
|
PERSAMAAN
|
1
|
Sumber Hukum[24]
|
KUHPrdt mengatur keduanya, baik gadai maupun
hipotik.
|
2
|
Kedudukan Benda
Jaminan
|
Keduannya mengatur bahwa benda dari gadai mapun hipotik
hanya sebagai jaminan saja.
|
3
|
Sifat
|
Keduanya
memiliki sifat Accessoir, dimana apabila perjanjin hutang-piutangnya batal,
maka hak gadai maupun hipotik pun akan batal.
|
5
|
Objek[25]
|
Keduanya mengatur
bahwa ojek jaminan haruslah benda memiliki nilai.
|
6
|
Syarat Kredit[26]
|
Keduanya baik gadai
maupun hipotik memiliki syarat pengajuan kredit yang sama. Yakni harus
terpenuhinya kriteria five-c (Character, Capacity, Capital, Collateral,
dan Condition.)
|
7
|
Hapusnya Hak[27]
|
·
Keduanya
mengatur, bahwa hapusnya gadai/hipotik karena hapusnya perjanjian pokok.
·
Hapusnya
gadai/hipotik, apabila pemegang gadai/hipotik telah melepaskan hak
gadai/hipotik secara sukarela
|
C. Hubungan Gadai dan Hipotik
Gadai dan hipotik adalah suatu hak yang diperoleh
kreditur atas suatu benda (berbentuk barang untuk gadai, akta untuk hipotik),
yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan
atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil
pelunasan piutangnya. Dan dikembalikan ketika debitur telah melunasi hutang
beserta biaya lainya yang telah disetujui oleh kedua pihak.
Gadai dan hipotik memiliki hubungan yang dekat, dimana
keduanya merupkan cara agar dapat melakukan hutang-piutang antara debitur dan
kreditur dengan mensyaratkan adanya jaminan yang dimaksudkan agar kreditur
dapat mendaptkan keamanan dari debiturnya dalam melunasi hutangnya, karena
apabila sewaktu-waktu debitur tersebut tidk mampu membayar hutangnya, kreditur
dapat mengklaim benda gadai/hipotik tersebut.
Ditinjau
dari aspek hukum, keduanya baik gadai mupun hipotik sama-sama diatur didalam
KUHPdt, meskipun untuk hipotik tanah kini sudh memiliki aturn tersendiri yakni
UU tentang agraria. Didalam KUH Perdata, keduanya diatur didalam buku yang
sama, dimana gadai diatur dalam pasal Pasal 1150 s/d pasal 1160, sedangkan
Hipotik diatur dalam Pasal 1162.
BAB
IV
SIMPULAN
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada
kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui
kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan
putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan
yang harus didahulukan
Hipotik berasal dari kata hypotheek
dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan utang dimana barang
tanggungan tidak dipindahkan kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi
barang itu selalu dapat diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di
tangan orang lain apabila orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya dalam
bahasa Belanda terjemahannya adalah onderzetting dalam bahasa Indonesia adalah
pembebanan.
Perbedaan Gadai dan Hipotik
terlihat dari berbagaimacam segi baik dari sumber hukumnya, objeknya,
pembebanannya, Syaratnya, dan dari beberapa hal yang membuat perjanjian
tersebut dihapuskan.
Persamaan antara Gadai dan Hipotik
secara umum yakni keduanya merupkan cara agar dapat melakukan hutang-piutang
antara debitur dan kreditur dengan mensyaratkan adanya jaminan yang dimaksudkan
agar kreditur dapat mendaptkan keamanan dari debiturnya dalam melunasi
hutangnya, karena apabila sewaktu-waktu debitur tersebut tidk mampu membayar
hutangnya, kreditur dapat mengklaim benda gadai/hipotik tersebut.
Hubungan
Gadai dan hipotik sangat dekat, dimana keduanya merupakan suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu benda (berbentuk barang untuk gadai, akta untuk
hipotik), yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai
jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan piutangnya. Dan dikembalikan ketika debitur telah melunasi
hutang beserta biaya lainya yang telah disetujui oleh kedua pihak.
[1]
KUHpdt tentang gadai dalam pasal 1150
[2]
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1984, hlm.310.
[3]
N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[4]
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty,
Yogyakarta, 1981, hlm.101.
[5]
Ibid, hlm.329.
[6]
Ibid, hlm.330.
[7]
Ibid, hlm.99.
[8]
Ibid, hlm.100.
[9]
Riduan Syahrini, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Alumni,
Bandung, 2006, hlm.145.
[10]
M.Yahya Harahap,Segi Segi Hukum Perjanjian, Gramedia, Bandung, 1986, hlm.15.
[11]
Ibid, hlm.16.
[12]
Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT.
Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[13]
Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty,
Yogyakarta,1981, hlm.98.
[14]
Elise T.Sulisteni,Rudi.T.Erwin,Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara
Perkara
Perdata, 1994, hlm.161.
[15]
Riduan Syahrini,seluk beluk dan asas asas, Alumni, Bandung, 2006, hlm.147.
[16]
Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>
[17]
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1994, hlm. 78.
[18]N.Yani
Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[19]
Hamza Nurofiq, Objek Hipotik, melalui: <http://hamzahaenurofiq.blogspot.co.id/2014/12/objek-hipotik.html>
[20]
Hendi Hidayat, Prinsip Pemberian Kredit (5C Principle), melalui: <http://ngenyiz.blogspot.co.id/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5c-principle.html>
[21]
N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[22]
Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT.
Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[23]
Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>
[24]
N. Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm.199.
[25]
Subekti dan Tjitrosudibio,Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT.
Intermasa, Jakarta, 1994, hlm.341.
[26]
Hendi Hidayat, Prinsip Pemberian Kredit (5C Principle), melalui: <http://ngenyiz.blogspot.co.id/2009/02/prinsip-pemberian-kredit-5c-principle.html>
[27]
Anna, Fidusia Gadai dan Hipotik, melalui : <http://annaluchu.blogspot.co.id/2011/02/fidusia-gadai-hipotik.html>